NAFAZNEWS.COM - Perhatian dunia saat ini memang tak lepas pada perlakuan Tiongkok terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.
Tapi pembatasan agama juga menyebar ke daerah lain yakni komunitas muslim kecil di sebelah selatan Tiongkok.
Tindakan baru Tiongkok ini menyasar ke muslim Utsul, populasi kurang dikenal sekitar 10.000 orang yang berbasis di Sanya, sebuah kota di provinsi pulau Hainan, hampir 12.000 kilometer jauhnya dari Xinjiang.
Dikutip dari SCMP, dokumen Partai Komunis Tiongkok menunjukkan pihak berwenang akan meningkatkan pengawasan mereka terhadap penduduk di lingkungan muslim untuk menyelesaikan masalah dan pembatasan yang lebih ketat pada arsitektur Arab dan agama akan diberlakukan.
Perintah pelarangan hijab di sekolah memicu protes dari sekolah-sekolah di lingkungan muslim Utsul awal bulan September 2020 ini.
Foto dan video yang beredar di media sosial Tiongkok menunjukkan sekelompok remaja mengenakan hijab membaca dari buku teks di luar sekolah dasar sambil dikelilingi oleh petugas polisi.
"Bagi kami hijab adalah bagian yang tidak terpisahkan. Budaya kami, jika kami melepasnya seperti menanggalkan pakaian," kata seorang pekerja komunitas Utsul, yang tidak mau disebutkan namanya karena sensitifnya masalah tersebut.
Pemerintah Tiongkok sering membenarkan perlakuannya terhadap Muslim di Xinjiang, di mana sebuah laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa hingga satu juta orang Uighur dan kelompok minoritas lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan dengan tuduhan pada serangan teroris sebelumnya.
Seperti dikutip dari laman pikiran-rakyat.com, pekerja komunitas mengatakan bahwa wanita Utsul yang bekerja di pemerintah kota Sanya atau cabang Partai Komunis Tiongkok setempat juga dilarang mengenakan hijab ke kantor akhir tahun 2019 lalu.
Para pekerja muslim Utsul yang bekerja di pemerintahan atau badan-badan Partai Komunis hanya diberi tahu bahwa hijab itu 'tidak teratur'.
Dokumen Partai Komunis Tiongkok dari tahun 2019 lalu yang dilihat oleh SCMP dan diverifikasi oleh pekerja komunitas menunjukkan bahwa larangan tersebut adalah manifestasi terbaru dari kampanye bersama kepada Sinisisme (paham) di beberapa lingkungan tempat muslim Utsul tinggal, makan, dan berdoa.
Laporan empat halaman itu berjudul 'Dokumen Kerja tentang penguatan tata kelola secara keseluruhan atas Lingkungan Huixin dan Huihui', ditujukan pada dua lingkungan di Sanya yang sebagian besar penduduknya adalah muslim Utsul.
Di antara laporan itu, pemerintah Tiongkok menerapkan aturan yaitu masjid harus mengecilkan ukurannya, dan bangunan dengan 'kecenderungan Arab' akan dilarang.
Aksara Arab juga harus dihapus, bersama dengan karakter Tiongkok seperti 'halal' dan 'Islami'.
Tapi pembatasan agama juga menyebar ke daerah lain yakni komunitas muslim kecil di sebelah selatan Tiongkok.
Tindakan baru Tiongkok ini menyasar ke muslim Utsul, populasi kurang dikenal sekitar 10.000 orang yang berbasis di Sanya, sebuah kota di provinsi pulau Hainan, hampir 12.000 kilometer jauhnya dari Xinjiang.
Dikutip dari SCMP, dokumen Partai Komunis Tiongkok menunjukkan pihak berwenang akan meningkatkan pengawasan mereka terhadap penduduk di lingkungan muslim untuk menyelesaikan masalah dan pembatasan yang lebih ketat pada arsitektur Arab dan agama akan diberlakukan.
Perintah pelarangan hijab di sekolah memicu protes dari sekolah-sekolah di lingkungan muslim Utsul awal bulan September 2020 ini.
Foto dan video yang beredar di media sosial Tiongkok menunjukkan sekelompok remaja mengenakan hijab membaca dari buku teks di luar sekolah dasar sambil dikelilingi oleh petugas polisi.
"Bagi kami hijab adalah bagian yang tidak terpisahkan. Budaya kami, jika kami melepasnya seperti menanggalkan pakaian," kata seorang pekerja komunitas Utsul, yang tidak mau disebutkan namanya karena sensitifnya masalah tersebut.
Pemerintah Tiongkok sering membenarkan perlakuannya terhadap Muslim di Xinjiang, di mana sebuah laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa hingga satu juta orang Uighur dan kelompok minoritas lainnya ditahan di pusat-pusat penahanan dengan tuduhan pada serangan teroris sebelumnya.
Seperti dikutip dari laman pikiran-rakyat.com, pekerja komunitas mengatakan bahwa wanita Utsul yang bekerja di pemerintah kota Sanya atau cabang Partai Komunis Tiongkok setempat juga dilarang mengenakan hijab ke kantor akhir tahun 2019 lalu.
Para pekerja muslim Utsul yang bekerja di pemerintahan atau badan-badan Partai Komunis hanya diberi tahu bahwa hijab itu 'tidak teratur'.
Dokumen Partai Komunis Tiongkok dari tahun 2019 lalu yang dilihat oleh SCMP dan diverifikasi oleh pekerja komunitas menunjukkan bahwa larangan tersebut adalah manifestasi terbaru dari kampanye bersama kepada Sinisisme (paham) di beberapa lingkungan tempat muslim Utsul tinggal, makan, dan berdoa.
Laporan empat halaman itu berjudul 'Dokumen Kerja tentang penguatan tata kelola secara keseluruhan atas Lingkungan Huixin dan Huihui', ditujukan pada dua lingkungan di Sanya yang sebagian besar penduduknya adalah muslim Utsul.
Di antara laporan itu, pemerintah Tiongkok menerapkan aturan yaitu masjid harus mengecilkan ukurannya, dan bangunan dengan 'kecenderungan Arab' akan dilarang.
Aksara Arab juga harus dihapus, bersama dengan karakter Tiongkok seperti 'halal' dan 'Islami'.
Posting Komentar untuk "Tiongkok Larang Muslim di Hainan Pakai Hijab ke Sekolah karena Dianggap 'Tidak Teratur'"
Berkomentarlah yang bijak dan bagikan jika bermanfaat