zmedia

Tidak Bisa Intervensi, Jokowi Janjikan Hal Ini Untuk Baiq Nuril

Nafaznews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara soal kasus Baiq Nuril Maknun, korban pelecehan seksual yang terjerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diputus bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).

Presiden menyatakan menghormati putusan kasasi tersebut. Dia juga meminta Nuril mengikuti proses hukum kasus itu.

"(Saya) tidak mungkin dan tidak bisa mengintervensi putusan tersebut meski saya presiden," kata Jokowi saat berkunjung ke Pasar Sidoharjo, Lamongan, Jawa Timur, kemarin (19/11).

Minta Nuril Ikuti Proses Hukum, Presiden Janjikan Grasi dan Amnesti
Nuril saat memangku anaknya. (IVAN/ LOMBOK POST/Jawa Pos Group)

Meski demikian, tutur Jokowi, masih ada jalan lain bagi Nuril untuk mencari keadilan. Di antaranya adalah mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK). Dia mendukung upaya tersebut. "Kita berharap nantinya, melalui PK, MA dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan," imbuh Jokowi seperti dilaporkan Jawa Pos Radar Lamongan.

Selanjutnya, kata presiden, apabila dalam upaya PK belum mendapatkan keadilan, opsi lain yang bersifat pemungkas juga bisa diambil. Nuril bisa mengajukan grasi dan amnesti kepada presiden. Jika sudah sampai tahap itu, presiden berjanji mempertimbangkan.

"Kalau sudah mengajukan grasi (dan amnesti, Red) ke presiden, nah nanti itu bagian saya," ucapnya. "Semuanya ada alur dan proses yang harus diikuti. Sehingga tidak bisa mengambil kebijakan sendiri," tuturnya.

Sesuai dengan pasal 1 angka 1 UU Nomor 22 Tahun 2002, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan presiden selaku kepala negara. Syaratnya, terpidana harus mengakui kesalahan dan mengajukan grasi kepada presiden.

Untuk amnesti, sesuai dengan UU Darurat 11/1954 tentang Amnesti dan Abolisi, dengan pemberian amnesti, presiden dapat menghapuskan semua akibat hukum pidana terhadap pelaku kejahatan. Amnesti bisa diberikan tanpa adanya pengajuan terlebih dahulu dari terpidana.

Sementara itu, sejumlah elemen masyarakat sipil mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta kemarin. Dalam kesempatan tersebut, mereka menyerahkan surat permohonan pemberian amnesti beserta 80 ribu petisi dukungan dari masyarakat. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara berharap besarnya dukungan masyarakat bisa membuat presiden luluh. Sehingga bisa mempertimbangkan pemberian amnesti kepada Nuril.

Anggara menyatakan, skema pemberian amnesti merupakan jalan yang paling memenuhi unsur keadilan. Sebab, jika menggunakan skema grasi, ada banyak benturan ketentuan. Pertama, grasi hanya bisa diberikan kepada orang yang dipidana minimum dua tahun penjara. Padahal, Nuril hanya dipidana enam bulan.

Kedua, lanjut Anggara, grasi hanya diberikan untuk orang yang melakukan kesalahan. "Kami anggap tidak adil kalau orang yang nggak melakukan kesalahan minta diampuni kesalahannya," ujar dia.

Soal anjuran presiden untuk menempuh jalur PK, menurut Anggara, langkah tersebut pasti dilakukan tim penasihat hukum. Hanya, dalam kapasitas sebagai presiden, Jokowi diharapkan melakukan lebih. Yakni dengan memberikan kebijaksanaannya melalui amnesti. Apalagi, jika harus menempuh PK, eksekusi putusan kasasi akan dilakukan. Artinya, Rabu (21/11) Nuril akan mulai ditahan.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, pihaknya akan mengkaji sejumlah masukan yang diinginkan masyarakat sipil dalam pertemuan kemarin. Termasuk soal keinginan untuk diberikannya amnesti. Menurut dia, permintaan itu tidak bisa diputuskan buru-buru. "Apa yang diusulkan dan disampaikan di KSP nanti diteruskan ke presiden," ujarnya.

Di sisi lain, kasus Nuril menjadi preseden minimnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Hal tersebut memicu DPR untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Pernyataan itu ditegaskan langsung Ketua DPR Bambang Soesatyo.

Menurut Bambang, kasus Nuril menunjukkan bahwa hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tidak cermat. Sebab, belum ada UU PKS yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap perempuan. "Yang terjadi terhadap Ibu Baiq Nuril harus dituntaskan secepatnya. Karena ini bukan hanya menyangkut pribadi beliau, tapi juga menjadi pembelaan terhadap harkat, derajat, dan martabat perempuan."

Situasi itu, menurut dia, tidak boleh dibiarkan. Setelah masa reses berakhir dan dewan kembali bersidang pada 21 November 2018, DPR bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU PKS.  


Sumber: Jawapos.com

إرسال تعليق for "Tidak Bisa Intervensi, Jokowi Janjikan Hal Ini Untuk Baiq Nuril"