![]() |
Viral, Aksi Satpol PP Pukul Ibu Hamil saat Razia PPKM Tuai Kecaman Warganet. Sumber Foto : Facebook - Ivan Van Houten |
NAFAZNEWS.COM - Menjelang akhir pemberlakuan masa PPKM Darurat pada 20 Juli nanti publik banyak disuguhkan sikap arogansi aparat terhadap masyarakat, khususnya mereka para pedagang kaki lima. Banyak pihak menganggap sikap mereka berlebihan, mulai dari membubarkan pedagang dengan semprotan air sampai dugaan pemukulan terhadap seorang ibu hamil di Gowa, Sulawesi Selatan.
Pakar Komunikasi Publik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Nani Nurani Muksin menilai cara komunikasi dengan mengedepankan kekerasan tak bakal efektif untuk menegakkan tujuan PPKM Darurat. Menurut Nani penggunaan kekerasan untuk menertibkan masyarakat bakal kontraproduktif dengan tujuan PPKM Darurat.
"Ya kalau menurut saya justru akan menjadi bumerang. Ingat ya bahwa kita pernah mengalami hal-hal yang tidak nyaman karena kekerasan. Contoh peristiwa Mbah Priok dulu, kemudian beberapa peristiwa kekerasan itu banyak ya yang akhirnya bentrok. Orang saling baku hantam. Justru kalau menurut saya tidak efektif karena kekerasan itu bukan cara yang baik untuk menuju sesuatu yang baik," ujar Nani kepada Liputan6.com, Jumat (16/7).
Nani menyarankan aparat keamanan termasuk Satpol PP, TNI-Polri dalam berkomunikasi dengan masyarakat agar menundukkan arogansi dan mengedepankan sikap profesional yang humanis. Mereka, kata Nani dituntut untuk berkomunikasi secara persuasif.
"Artinya komunikasi yang dilakukan dengan cara baik-baiklah, dengan membujuk, kita mengimbau. Nah mestinya memang itu dikedepankan," ujar Nani.
Petugas, kata Nani mestinya terlebih dahulu mendatangi para pedagang dengan menegurnya secara baik-baik. Cara yang dilakukan pun mesti santun, bukan cara-cara seperti segerombolan preman hendak menagih utang.
"Namun juga harus menjaga ketegasan. Beda antara ketegasan dengan kekerasan. Nah kadang-kadang sering kecampur disalahartikan," kata Nani.
Menurut Nani sikap tegas bisa dilakukan dengan cara yang tetap santun. Yang terpenting maksud utamanya bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
"Jadi untuk aparat penegak hukum dan aparat keamanan memang yang pertama harus bersikap persuasif, mengutamakan dialog dengan cara yang santun dengan sikap, baik verbal maupun nonverbal," imbau dia.
Petugas, menurut Nani mesti berempati dengan kondisi masyarakat saat ini. Di mana sejak pandemi banyak di antara mereka yang cukup sulit mencari penghidupan.
"Jadi memang kita harus berempati, empati ini memang harus betul-betul ditanamkan kepada aparat keamanan. Kenapa? Ya kalau saya menjadi aparat penegak hukum, mungkin aparat ini harus memosisikan diri sebagai penjual nasi kucing atau angkringan yang jualannya itu baru (mulai) habis Magrib, jam 8 harus tutup," ungkap Nani.
Dari sana, lanjut Nani mestinya petugas bisa membayangkan baru berapa orang yang membeli makan di sana. Sementara di sisi lain mereka harus tetap memenuhi kebutuhan hidup ia dan anggota keluarganya.
Perbaiki Kebijakan
Kendati begitu, Nani mengaku kondisi aparat yang dihadapi di lapangan. Ia tidak memungkiri bahwa bisa saja lantaran masyarakat kukuh tetap berjualan padahal sudah diperingatkan memicu amarah petugas. Padahal mereka, para pedagang terpaksa berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk itu ia menyarankan, selain menuntut petugas agar menegakkan aturan dengan mengedepankan sikap humanis, pemerintah juga dituntut supaya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat yang mengandalkan kerja harian, seperti para pedagang kaki lima.
"Mereka minta untuk work from home atau tidak bekerja, tapi mereka (mestinya) ada kompensasinya. Saya rasa dengan seperti orang gak terlalu gimana lah. Ya mungkin rugi, kecewa tapi tidak terlalu kecewa," katanya.
Nani mengakui negara saat ini tengah kesulitan dalam hal anggaran, namun masyarakat mestinya dinomorsatukan. Jangan sampai anekdot soal masyarakat mungkin tidak mati karena Corona, melainkan mati gegara kelaparan jadi kenyataan.
Sebelumnya sejumlah sikap arogansi aparat keamanan dalam menegakkan aturan PPKM Darurat banyak dipertontonkan kepada masyarakat. Seperti dugaan penganiayaan oleh personel Satpol PP saat melakukan patroli PPKM kepada seorang ibu hamil yang merupakan pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Berbagai macam video juga menyajikan bentuk arogansi lainnya, seperti contohnya tindakan memaki-maki PKL, menyita rombong atau bahan dagangan yang dijual PKL, hingga sanksi administratif yang dikenakan pada PKL maupun pembelinya.
Beragam reaksi pun menyeruak sebagai bentuk kontradiktif pada cara-cara yang dinilai tidak humanis, bahkan arogan. Di antarnya yang terjadi di Semarang, saat aparat Satpol PP menyemprotkan air dari mobil pemadam kebakaran kepada pedagang kaki lima pada 5 Juli 2021 lalu. Tak diam, Walikota Semarang Hendrar Prihadi pun turut berkomentar bahwa cara satpol PP dinilai kontra produktif dan tidak mendapat simpati.
Sedangkan di Tasikmalaya, viral seorang penjual bubur didenda Rp 5 juta hanya karena melayani pembeli yang makan di tempat. Penjual yang bernama Endang dan Sawa Hidayat tersebut mengaku tidak tahu aturan PPKM Darurat. Dia pun meminta keringanan denda, namun ternyata hakim tidak memberikan keringanan.
Adapun di Surabaya, baru-baru ini viral video aparat yang ‘berdalih’ menegakkan PPKM Darurat, terlihat menyuruh pedagang sebuah warung kopi di kawasan Bulak Banteng untuk menutup warkopnya dan melakukan penyitaan tabung LPG 3 kg pada 11/7. Alhasil, aksi petugas ini langsung direspons oleh warga sekitar dengan mengepung mobil polisi dan memblokade jalan menggunakan kursi dan kayu panjang. Bahkan, warga yang emosi lalu mengusir petugas keluar dari lokasi dan sempat melempari mobil petugas dengan botol dan batu.
Summber: Merdeka.com
Posting Komentar untuk "Pakar Komunikasi Publik UMJ Nilai Kekerasan Tak Efektif Menegakkan Aturan PPKM Darurat"
Berkomentarlah yang bijak dan bagikan jika bermanfaat